Halo!
Pada tulisan kali ini saya ingin berbagi pengalaman mengunjungi museum pahlawan
di daerah Menteng. Yuk disimak!
Beberapa
tahun yang lalu saya pernah membaca ulasan tentang museum ini. Cerita yang
menarik dan tragis membuat saya ingin mengenang jasa pahlawan. Namun
karena satu dan lain hal saya baru sempat datang sekarang. Menurut info yang
saya baca museum ini tidak dikenakan biaya masuk alias gratis. Di ulasan tersebut
juga dijelaskan panjaga museum dengan aktif memandu pengunjung serta
menjelaskan cerita-cerita di balik koleksi museum. Dan terakhir berikan tips
untuk penjaga museum yang dengan semangat memandu pengunjung.
Saya tiba
hari minggu sekitar pukul 13.30 WIB. Museum ini dulunya adalah rumah tinggal
dari Jenderal A. H. Nasution. Hingga akhirnya beliau wafat pada tahun 2000 dan pada tahun 2008 rumah ini menjadi museum. Jadi jangan heran kalau
bentuk museum ini adalah rumah.
Image: http://letsgo2museum.blogspot.com |
Ketika saya sampai, suasana terlihat sepi tidak ada pengunjung, petugas parkir, dan penjaga museum. Ketika saya cek pos, terlihat satu orang penjaga museum sedang beribadah. Ya sudah saya putuskan untuk melihat-lihat bagian depan dari museum.
Ruangan
depan terdapat patung Jenderal dan di bawahnya ada penjelasan singkat, yaitu
“Korban kebiadaban G 30 S/PKI yang mengakibatkan tewasnya putri tercinta Ade
Irma Suryani Nasution dan ajudannya Lettu Czi Piere Tendean. Negarawan sejati
yang berkomitmen menentang faham komunis tumbuh subur di bumi Indonesia.
Cendikiawan militer, peletak dasar perang rakyat semesta dan prajurit sejati yang
selalu menjaga kemurnian Pancasia dan
keutuhan NKRI”. Selain itu juga terdapat plakat, lukisan, penghargaan, sofa dan
meja tamu. Semua benda-benda ini adalah asli peninggalan sejarah.
Lalu saya
kembali mengecek penjaga museum karena saya ragu untuk masuk tanpa izin.
Setelah bertemu penjaga, dikatakan pintu memang sengaja ditutup agar ruangan
yang memakai AC tetap sejuk. Selebihnya pengunjung bebas masuk. Ya sudah tanpa
ragu-ragu saya menyusuri ruangan-ruangan di museum ini. Ternyata dikunjungan saya
tidak ada yang memandu. Sayapun berjalan mengikuti alur rumah.
Rumah ini
menjadi saksi sejarah pada tahun 1965 ketika pasukan Tjakrabirawa G 30 S/PKI
berusaha menculik Jenderal Nasution namun gagal. Dalam peristiwa tersebut putri
beliau, Ade Irma dan ajudannya, Kapten Pierre Tendean meninggal. Di dalam museum
terdapat diorama penyerangan pasukan Tjakrabirawa di dalam rumah. Dari pasukan
yang sedang mengendap di depan ruang tidur jenderal, jenderal memanjat tembok
untuk melarikan diri, hingga diorama Ade Irma berlumuran darah yang sedang digendong
Ibu Nas. Pada ruang tidur juga masih jelas bekas tembakan-tembakan pada malam
itu. Terdapat bekas tembakan pada pintu, meja, dan dinding ruangan yang diberi
tanda melingkar.
Image: https://travel.kompas.com |
Image: Instagram @davidnugrahaw |
Selain itu museum ini juga menyimpan beberapa koleksi Jenderal, dari buku, pakaian, senjata, hingga perabotan rumah. Pada bagian belakang rumah terdapat mobil Jenderal yaitu mobil Volvo dengan plat 02-00. Selain itu, terdapat juga beberapa koleksi Ade Irma, seperti pakaian dan boneka kesayangannya. Pada bangunan terpisah dari rumah utama. Terdapat diorama ketika Kapten Pierre Tendean tertangkap pasukan Tjakrabirawa. Beliau akhirnya diculik, dibunuh, dan dibuang ke lubang buaya.
Image: https://www.kompasiana.com/Choirul Huda |
Datang ke
musem membuat saya merasakan “aroma” perjuangan yang terasa lebih kental. Perasaan
ngeri dan terharu juga menjadi satu ketika memasuki tiap ruangan sembari membayangkan
kejadian malam itu. Museum ini membuka mata akan perjuangan bangsa, memaknai akan
pentingnya kehidupan bertanah air, serta memberikan dorongan untuk menjaga
persatuan bangsa Indonesia.
Semoga tulisan
saya bermanfaat bagi yang membacanya.
Love, Irena.