Halo semuanya!
Kali ini saya mendapatkan kesempatan untuk pergi ke Jepang! Pergi ke Jepang adalah salah satu harapan saya. Mungkin semenjak saya suka baca manga di usia lima tahun hehehe. Untuk persiapan menuju ke negeri sakura sebenarnya agak mendadak dan penuh pertimbangan. Namun setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya memutuskan untuk berangkat! Saya naik pesawat dengan penerbangan malam dan sampai di Jepang keesokan paginya 😊
Kali ini saya mendapatkan kesempatan untuk pergi ke Jepang! Pergi ke Jepang adalah salah satu harapan saya. Mungkin semenjak saya suka baca manga di usia lima tahun hehehe. Untuk persiapan menuju ke negeri sakura sebenarnya agak mendadak dan penuh pertimbangan. Namun setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya memutuskan untuk berangkat! Saya naik pesawat dengan penerbangan malam dan sampai di Jepang keesokan paginya 😊
DAY 1
Destinasi pertama saya adalah Kuil Fushimi Inari Taisha yang
berada di Kyoto. Kuil ini didominasi dengan warna oranye yang
menyala. Warna oranye pada kuil artinya untuk mengusir hal-hal
yang tidak baik. Bagi orang yang melewati gerbang berarti sudah
memasuki daerah yang suci untuk berdoa. Gerbang juga memiliki arti memisahkan
dunia fana dan dunia akhirat. Bagi orang Jepang yang mau sembahyang, biasanya
mereka membungkuk di depan gerbang, lalu masuk sampai bangunan utama yaitu kuil.
Ketika sampai di depan kuil, untuk masuk tidak lewat pintu tengah karena
dianggap menghalangi jalan masuknya dewa. Karena dewa masuk dari tengah, manusia
dari samping kiri atau kanan. Sebelum sembahyang mengambil air dulu yang
disediakan di sekitar kuil. Lalu melangkah masuk ke dalam kuil untuk
sembahyang. Cara Shinto sembahyang adalah dengan bungkuk dua kali sekitar 15
derajat, menepuk tangan dua kali, membaca doa, membungkuk
lagi satu kali, baru meninggalkan tempat. Sebelum membungkukkan badan mereka
harus membunyikan bel, fungsinya agar para dewa mendengar dan tahu kehadiran
mereka.
Pada hari-hari tertentu juga dapat memberikan ‘sesajen’ kepada para dewa berupa
sake. Menurut penjelasan tour guide,
dewa juga suka minum sake. Di kuil-kuil yang besar biasanya tersedia drum-drum
besar sake. Pada musim panas/gugur/festival panen/hari tertentu masyarakat akan
mengangkat kereta-kereta, jadi orang lain dapat naik ke atas lalu bermain drum
dan suling. Bermusik yang dilakukan berfungsi untuk menghibur para dewa. Menurut tour guide,
kepercayaan Shinto bukan agama karena orang Jepang banyak yang
beragama Budha namun juga Shinto. Kalau diibaratkan di Indonesia, Shinto ibarat kejawen. Bisa agama apa saja namun juga melakukan tradisi 'kejawen' pada
hari-hari tertentu. Sering sekali, terdapat kuil Budha dan di kompleks
yang sama terdapat juga kuil Shinto. Contohnya, tangal 1 januari biasanya masyarakat
sembahyang di kuil Budha dan juga Shinto.
Di Jepang agama tidak tertera di kartu identitas. Orang jepang kalau ditanya
agamanya apa akan bingung menjawabnya karena mereka menganggap agama adalah
sesuatu yang pribadi.
Destinasi kedua saya adalah Kuil Kinkaku-ji atau
biasa disebut kuil emas di Kyoto. Di kuil emas terdapat tempat untuk tea
ceremony yang dibangun pada zaman edo ketika shogun ozugawa berkuasa.
Tempatnya sangat kecil, tidak dapat masuk ke dalam, namun dapat dilihat
luarnya. Dahulu dibangun oleh para shogun untuk mengundang tamu atau
keluarganya sendiri. Sengaja dibuat sedemikian kecil agar tamu tidak dapat
membawa senjata. Dengan kata lain, di ruang minum teh tersebut hanya ada rasa
damai, tenang, dan melepaskan atribut sosial/kekuasaan. Di luar boleh memiliki
pangkat tinggi, namun kalau sudah masuk di ruang tea ceremony semua
tamu dianggap sama. Master (pembuat teh) akan menyajikan teh tanpa
pandang bulu. Semua yang hadir berhak menerima dan menikmati teh yang baru
dibuat. Nah, bedanya tea ceremony dengan minum teh biasa
adalah ketika tea ceremony yang disajikan adalah
matcha (teh hijau kental) yang dibuat dan disedu di tempat. Matcha sendiri
memiliki rasa pahit maka dari itu biasanya disajikan dengan kue kecil yang
memiliki rasa manis. Di samping itu, teh diisajikan dengan tata cara yang
khusyuk seperti sembahyang. Menikmati teh dengan cara yang spiritual. Kalau
zaman dahulu, disajikan makanan terlebih dahulu baru minum teh, maka
upacara minum teh dapat dilakukan berjam-jam. Kalau sekarang, hanya disajikan
dengan kue-kue kecil.
Dalam tea ceremony, biasanya ada yang memimpin, dan yang memimpin adalah orang yang sudah belajar dan mempunyai license (dianggap master). Semua tamu akan duduk berlutut mengelilingi master. Yang duluan disajikan atau diberikan kesempatan pertama untuk menyisip teh adalah orang yang paling tua/senior/dihormati. Pada cawan biasanya terdapat simbol (contoh: simbol bunga). Ketika menyajikan teh, simbol harus menghadap ke arah para tamu sebagai rasa hormat. Setelah seseorang menyisip teh, bagian cawan yang dipakai untuk menyisip dibersihkan dengan tisu, lalu baru diberikan kepada orang di sampingnya.
Dalam tea ceremony, biasanya ada yang memimpin, dan yang memimpin adalah orang yang sudah belajar dan mempunyai license (dianggap master). Semua tamu akan duduk berlutut mengelilingi master. Yang duluan disajikan atau diberikan kesempatan pertama untuk menyisip teh adalah orang yang paling tua/senior/dihormati. Pada cawan biasanya terdapat simbol (contoh: simbol bunga). Ketika menyajikan teh, simbol harus menghadap ke arah para tamu sebagai rasa hormat. Setelah seseorang menyisip teh, bagian cawan yang dipakai untuk menyisip dibersihkan dengan tisu, lalu baru diberikan kepada orang di sampingnya.
Destinasi terakhir saya hari ini adalah Arashiyama Bamboo Groove di
Kyoto. Untuk mencapai hutan bamboo ini, bis yang saya tumpangi harus parkir
agak jauh. Lalu sembari saya berjalan kaki, di sisi kiri terdapat jembatan
togetshubashi yang menjadi simbol Arashiyama. Sepanjang perjalanan ke hutan
bamboo banyak terdapat kios makanan dan kipas. Yang ingin membeli kipas
bagus untuk diri sendiri atau oleh-oleh di sinilah tempatnya! Sampai di hutan bamboo saya tidak berjalan terlalu jauh, hanya bagian luarnya
saja karena pemandangan yang disajikan tidak jauh berbeda.
Fun fact tentang Jepang yang
saya dapat di perjalanan hari ini:
- Zaman dahulu
(sebelum perang) gula adalah barang langka di jepang demikian juga pisang.
Pisang dianggap buah mewah karena tidak dapat ditemukan di Jepang.
Biasanya disajikan untuk orang sakit. Tidak hanya buah pisang, nanas juga dianggap buah mewah. Namun sekarang buah-buahan tersebut dengan mudah ditemukan di minimarket karena sudah ada proses import dan beberapa daerah Jepang sudah mulai menanam buah-buahan tersebut. Jadi harganya lebih terjangkau.
- Merek mobil jepang
seperti Honda dan Suzuki berasal dari nama orang.
- Turis asing dapat
dengan mudah untuk datang ke jepang. Itu semua agar turis asing memakai hotel,
jasa pelayanan, dan membeli produk-produk di Jepang. Hal tersebut berarti bagi
Jepang. Pusat perbelanjaan di Jepang kalau hanya mengandalkan tamu lokal bisa-bisa
tidak mencapai target pemasukan atau defisit. Pusat perbeLanjaan dapat mencapai
keuntungan dengan hasil belanja wisatawan.
- Untuk pernikahan, orang Jepang jarang memakai cincin emas kecuali platina. Mereka lebih menyukai
silver atau platina.
- Mutiara yang berasal
dari alam digemari di Jepang. Mutiara dipakai tidak hanya ketika ada pernikahan
tapi juga ketika ada kematian. Biasanya wanita menggunakan rok hitam dan
mutiara berwana netral atau kelabu. Sedangkan pria memakai jas hitam,
kemeja putih, dan dasi hitam.
- Mutiara juga ada yang
berwana pink muda, biasanya digemari oleh wanita-wanita yang lebih muda. Untuk
wanita yang lebih tua, terkadang memakai mutiara yang berwarna kelabu. Bisa
dilihat sifatnya, rumah-rumah di Jepang berwarna netral atau kelabu.
- Di zaman edo abad
17. Pemerintah melarang masyarakat untuk memiliki bak kayu sendiri karena
sering terjadi kebakaran di bangunan rumah kayu mereka. Jadi masyarakat harus
datang ke tempat pemandian umum. Di samping itu, dahulu tidak ada listrik jadi menggunakan kayu bakar.
Bersambung..
Semoga tulisan saya
bermanfaat bagi yang membacanya.
Love,
Irena
No comments:
Post a Comment