Monday, October 17, 2016

Facts about people with scoliosis

Helo!


Pada postingan kali ini saya ingin berbagai hal-hal apa saja yang biasa dialami penderita scoliosis atau scolioser dalam kehidupan sehari-hari.
Nah, bagi pembaca yang juga scolioser.. tenang, kalian ga sendiri! We're not broken, just bent!
Dan bagi pembaca lainnya semoga dapat membuka wawasan kalian mengenai penderita scolisosis atau scolisosis itu sendiri. 


Photo by: desisachiko.com

Tidak bisa membawa beban terlalu berat
Karena rangka yang miring tidak dianjurkan membawa tas yang terlalu berat. Apalagi tas selempang yang berat sebelah, lebih baik membawa tas punggung.

Sukanya nemplok
Cicak-cicak di dinding kali ya nemplok…. Hahaha. Di manapun dan kapanpun akan selalu mencari tempat duduk atau berdiri yang ada senderannya. Bukannya manja atau apa, mungkin karena rangka kami miring jadi kami lebih mudah pegal.. Dan sekalinya pegal rasanya itu berkali-kali lipat dari orang normal.

Stretching seperti sarapan
Bingung ya ngeliat namanya? Hahaha maksudnya stretching itu lebih baik dilakukan sebelum memulai aktifitas seharian, kalau tidak stamina tidak maksimal. Sama kayak sarapan. Stretchingnya pun yang simple-simple aja semacam gerakan yoga untuk peregangan otot. Biasanya kalau dipagi hari stretching, badan terasa lebih segar seharian.

Memakai brace
Penderita scolosis disarankan memakai brace. Brace bisa membantu mengurangi derajat kemiringan pada penderita yang masih dalam masa pertumbuhan. Bagi yang sudah dewasa, biasnya dipakai untuk mengurangi pegal dan memperbaiki postur badan. Minusnya memakai brace adalah pilihan busana yang kami pakai juga terbatas (tidak nyaman ketika memakai brace lalu terbayang di baju). Selain itu, menggunakan brace juga memaksa tubuh untuk tetap tegak jadi kami tidak bisa sembarangan melakukan gerakan-gerakan tertentu seperti stretching, jongkok, dll. Saran saya pakailah brace yang berbahan kain dan karet.

Tiba-tiba “krek”
Yap tanpa bisa diprediksi di mana dan kapan, tulang belakang kami bisa bunyi “krek” sendiri tanpa perlu dipelintir-pelintir. Biasanya sih kalau sedang pegal lalu selonjoran atau berbaring di alas yang datar.

Berenang hukumnya wajib!
Berenang itu harus banget. Macam ibadah, kalau ditinggalin dosa! Bisa-bisa aja sih ditinggalin tapi tanggung sendiri akibatnya. Untuk penderita scoliosis gaya berenang yang disarankan adalah gaya bebas. Saya sendiri sih harus banget berenang 1x seminggu, kalau lewat dari seminggu, tulang rasanya pegal dan ngilu hiks.

Ya, kira-kira itulah hal-hal yang dihadapi oleh penderita scoliosis dalam kehidupan sehari-hari. Semoga bisa menambah wawasan dan bermanfaat bagi kalian yang membaca tulisan saya.




Irena.

Tuesday, September 20, 2016

Perbedaan Skripsi, Tesis, dan Disertasi

Helo!
Pada blog kali ini, gue akan berbagi tentang perbedaan skripsi, tesis, dan disertasi. Sebenarnya tema ini sudah banyak sekali dibahas tapi mungkin masih banyak pembaca yang belum tahu perbedaan dari ketiganya atau siapa tahu ada pembaca yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi? Mungkin ulasan berikut dapat membuka mata kira-kira apa sih yang akan dihadapi nanti... mhh...
 
Credits: norma07dp
Skripsi
Skripsi adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar sarjana. Skripsi memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk menguji sebuah teori atau menggambarkan fenomena untuk menjawab pertanyaan. Permasalahan dapat diangkat dari pengalaman empirik dan tidak mendalam. Di mana mahasiswa sudah memperoleh pengetahuan dan diminta melaporkannya secara tertulis. Dosen pembimbing berperan membimbing dari awal sampai akhir hingga mahasiswa mampu mengerjakan dan mempertahankannya pada ujian skripsi. Jadi, skripsi dapat dikatakan sebagai ajang latihan bagi mahasiswa untuk membuat penelitian.

  
Penyemangat mengerjakan skripsi *kidding*. Credit: keepcalm-o-matic


Tesis
Tesis memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk mendeskripsikan suatu fenomena ilmu pengetahuan secara komprehensif, merumuskan hipotesis berdasarkan teori, dan menghasilkan jawaban dari hipotesis tersebut.Tesis berangkat dari suatu masalah dan bagaimana kita menyelesaikan suatu masalah tersebut dengan menggunakan pandangan dan analisis  mendalam berdasarkan teori, jurnal dan berbagai data yang dimiliki. Permasalahan diangkat dari pengalaman empirik, dan teoritik, serta bersifat  mendalam. Dengan bantuan pembimbing mahasiswa merencanakan masalah, melaksanakan instrumen, mengumpulkan data, menganalisis, mengambil kesimpulan dan rekomendasi. Selain itu tesis adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar Magister.

Disertasi
Disertasi memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk menciptakan suatu teori dengan menguji hipotesis yang disusun berdasarkan teori yang sudah ada. Disertasi berupa paparan diskusi yang menyertai sebuah pendapat dan argumen. Disertasi membutuhkan originalitas ide dan melakukan penelitian sesuatu yang baru, berdasarkan puluhan bahkan ratusan makalah dan jurnal yang telah dibaca dan dipahami. Permasalahan diangkat dari kajian teoritik yang didukung fakta empirik, bersifat sangat mendalam. Mahasiswa harus mampu menentukan masalah sendiri (sangat minim bimbingan), mampu berpikir abstrak serta menyelesaikan masalah praktis. Selain itu disertasi adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar Doktor.

Berikut ulasan singkat mengenai perbedaan skripsi, tesis, dan disertasi. Sebenarnya masih banyak lagi perbedaannya seperti model analisis, uji statistik, publikasi, dll. Tapi secara umum, semoga penjelasan gue dapat menggambarkan kira-kira hal apa saja yang dihadapi mahasiswa S1,S2, atau S3.



Semoga tulisan saya bermanfaat bagi yang membacanya,
Irena

Tuesday, August 2, 2016

A day with a new sight

Hello.
I'm back!

Mh.... sudah lama banget ya gue ga nulis blog, terakhir posting bulan Maret! What? Udah 5 bulan! Bukannya melupakan atau tidak ada sesuatu yang bisa gue bagi, tapi.. gue merasa ada beberapa kejadian yang bikin gue stress banget. Tapi sekarang gue sudah move on dan memutuskan just doing something i love, menantang diri dengan hal-hal yang akan meningkatkan kualitas diri, menjadi diri sendiri, and just be happy!


Blog kali ini berbeda dengan biasanya karena tidak banyak tulisan tapi akan banyak foto. Jadi beberapa bulan yang lalu gue melakukan photo session dengan Macaroons Closet dan fotografer Aditia Rianda *inibukanpromosi*. Kenapa gue bagi di sini? Karena gue rasa ini adalah salah satu kegiatan yang gue suka walaupun udah jarang banget gue lakukan. Jadi ini adalah posting yang bagus untuk mewakili tema dari blog gue sekarang! So... here you go

Sweet lights
Macaroons Closet




Abnormal
Aditia Rianda







 Love,
Irena

Sunday, March 20, 2016

Merayakan Tanggal Merah dengan Berwisata di Tangerang

Selamat tahun baru imlek 2567 bagi yang merayakan! Semoga di tahun monyet api ini kita semua mendapat rejeki dan nasib baik yang berkepanjangan.

Secara pribadi saya tidak merayakan imlek, soalnya saya tidak ada darah keturunan etnis cinanya hehehe. Namun karena hari ini adalah tanggal merah untuk semua rakyat Indonesia dan hari spesial untuk beberapa rakyat Indonesia, mari kita ikut berbahagia dan rayakan! Kali ini tujuan saya adalah Masjid Nurul Yaqin atau biasa dikenal dengan sebutan Masjid Pintu Seribu dan Taman Buaya Tanjung Pasir.

Masjid Pintu Seribu
Saya memulai perjalanan di Stasiun Rawa Buntu pukul 10.00. Berbekal Google Maps, dengan memasuki lorong-lorong perumahan sempit yang hanya dapat dilalui motor/sepeda tibalah saya di Masjid Pintu Seribu pukul 11.00. Bagi yang menggunakan mobil ada lahan parkir khusus namun Anda harus berjalan kaki beberapa ratus meter. Secara kasat mata bangunan ini seperti bangunan yang tidak dihuni ratusan tahun namun di satu sisi masih ada pembangunan untuk beberapa bangunan masjid. Pertama kali melihatpun Masjid ini memang banyak sekali pintu dan jendelanya jadi saya bingung masuknya dari mana hahaha.  Akhirnya saya memasuki pintu yang paling besar di sisi kanan masjid yang terdapat tulisan "Selamat Datang." Saya diminta untuk menulis biodata dan memberikan infaq seikhlasnya. Setelah masuk corak-corak dinding, warna cat, dan tulisan kaligrafi arab sangat berwarna-warni. Ada beberapa ruang sholat yang unik, di mana biasanya ruang sholat berbentuk aula. Kalau di sini seperti sebesar kamar yang dapat menampung sekitar 10 orang. Saya terus berjalan mengikuti arus pengunjung, sampailah pada pintu di mana pengunjung dianjurkan untuk berwudhu terlebih dahulu dan menanggalkan alas kaki. Saya pikir ada apa di dalam sana? Kenapa ramai sekali? Akhirnya saya memilih berwudhu dan memasuki ruangan tersebut. Ternyata di sana terdapat makam keramat Syekh Ami Alfaqir, Mahdi Hasan Alqudrotillah, dan Almuqqodam. Beliau-beliau adalah pendiri Masjid Pintu Seribu yang sudah dibangun dari tahun 1978. Karena tujuan perjalanan saya adalah mengekplorasi saya tidak memiliki persiapan berdoa, oleh sebab itu saya berusaha mengikuti kelompok pengunjung yang sedang melafalkan surat-surat. Kelompok pengunjung saat itu didominasi dengan ibu-ibu pengajian, pemuda-pemuda dari pesantren, dan keluarga yang ingin berziarah. Ternyata jalur di bangunan masjid sisi kanan hanya sampai Makam Keramat dan saya keluar menggunakan jalur yang sama.

Karena saya merasa kurang puas akhirnya saya berjalan-jalan mengelilingi bagian luar masjid. Terdapat lorong unik pemisah bagian masjid sisi sebelah kiri dan kanan sepanjang 100 meter, disepanjang lorong terdapat jendela-jendela dan ukiran-ukiran unik. Lalu saya pindah mengitari bangunan masjid sebelah kiri secara keseluruhan bangunannya seperti benteng, ada jendela dan pintu di mana-mana. 

Pintu masuk Masjid Pintu 1000 disebelah kiri digembok, awaknya saya pikir akan dibuka pada waktu jam sholat saja. Lalu masuklah seorang guide dan rombongan pemuda-pemuda pesantren, sayapun ikut nimbrung dibelakangnya hehehe. Dan... yang benar saja! Saya pikir isinya seperti tempat beribadah pada umumnya, ternyata gelap gulita.. segelap-gelapnya! Yang menjadi penerang hanyalah senter atau cahaya handphone. Kalau sudah pernah ke goa jepang/belanda di Bandung, wah itu ga ada apa-apanya dibandingkan kegelapan di sini. Banyak sekali lorong-lorong di sisi kiri dan kanan, tanpa guide tentu saja bisa tersesat. Bentuknya seperti labirin yang gelap total. Hawanya dingin dan membuat bulu kuduk saya merinding. 

Tibalah kami diruangan yang lebih besar dan diminta duduk oleh guide, ketika saya melihat ke depan, "Wah ada makam!" aduh.. apalagi ini.. nyali saya mulai menciut. Bapak guide pun memberikan instruksi "Ini adalah ruang dzikir, nanti kalau saya matikan lampu, jangan ada yang nyalakan cahaya ya." Dan seketika itu juga, sang guide mematikan senternya! Pikiran saya langsung berkelana dengan liar, kalau tiba-tiba ada ular atau bintang liar gimana? kalau ada yang kesurupan gimana? kalau ada hal-hal mistis tak terduga gimana? Disamping itu, sang guide sudah mulai berceramah mengenai dunia hidup dan mati. Intinya, kita dilahirkan dan akan dikubur seorang diri, maka dari itu ada baiknya selalu berbuat baik dan menyerahkan kepada Tuhan Y. M. E. Sama seperti keadaan kami di dalam itu, kita tidak bisa melihat apa-apa yang ada hanyalah kegelapan, kami hanya dapat meminta tolong kepada Tuhan Y. M. E. Setelah 15 menit ceramahpun berakhir dan bapak guide langsung menyalakan senternya. "Aah terimakasih." gumam saya. Kamipun kembali dituntun ke menuju pintu keluar yang sama dengan pintu masuk. Pesan: jangan coba-coba masuk sendiri kecuali memang niat tersesat.







Taman Buaya Tanjung Pasir
Setelah pengalaman yang cukup unik di Masjid Pintu 1000 saya kembali berkendara menuju Taman Buaya Tanjung Pasir. Kira-kira setelah 30 menit mengggunakan sepeda motor saya sudah sampai dilokasi. Tidak sulit menemukannya, ada patung buaya yang cukup besar disebelah kanan jalan. Dari gerbang utama hingga penangkaran berjarak sekitar 300m. Terlihat banyak rumput liar, cat dinding terkelupas, dan bangunan tak terpakai. Sayang, sepertinya tempat wisata ini kurang terawat padahal tempat ini memiliki potensi yang cukup dan edukatif.

Di Taman Buaya Tanjung Pasir setidaknya terdapat 500 buaya yang dibagi manjadi tiga kandang  besar (untuk buaya dewasa) dan beberapa kandang kecil (untuk buaya anak-anak). Tiba-tiba saya bergidik membayangkan rasanya kalau kandang-kandang itu jebol semua, hiiiy! Di sini juga dijual telur buaya, tapi hanya ada dibulan Desember harganya 200.000/telur berkhasiat untuk yang lemah syahwat. Pada bulan-bulan tertentu juga di jual gigi buaya berkisar 200.000-500.000/gigi. Oh ya kalau berani memberi makan buaya, di sini juga bisa memberi makan buaya, disediakan satu ember bangkai ayam harganya 50.000/ember.

Setelah lelah keliling kandang saya memilih duduk di saung yang memang disediakan untuk beristirahat. Di sana saya bertemu dengan Pak Mamat, beliau adalah penjaga penangkaran buaya. Dari beliau saya tahu bahwa buaya tidak memakan daging segar melainkan bangkai. Buaya menggigit leher mangsanya hingga lemas dan mati, lalu ditunggu hingga busuk baru dimakan. Beliau juga berkata, buaya di penangkaran tidak senang berlari-lari, apabila sudah masuk air atau di atas tanah akan lama diamnya. Beliaupun mengajak saya untuk masuk ke dalam kandang buaya. Hahahaha awalnya sih ragu, tapi karena rasa penasaran yang tinggi akhirnya saya memberanikan diri. Sayapun berfoto dengan "Raja Buaya" yang usianya 64 tahun, yang katanya kalau buaya ini sudah masuk ke dalam air, buaya-buaya yang lain pada keluar karena takut. Tips dari Pak Mamat: kalau menghadapi buaya lebih aman dari depan atau dari buntut, apabila dari samping lebih berbahaya karena dapat disambit buntutnya.

Pak Mamat yang baik ini juga menawarkan untuk melihat gigi buaya. Awalnya saya bingung dan hanya menjawab, "ya boleh pak." Lalu.. Beliau mengambil sebilah batang yang panjang dan memukul tanah dengan kencang di dekat wajah buaya yang sedang diam. "AUUM!" buayapun mengeluarkan bunyi nyaring dan membuka mulutnya. Seketika itu juga saya terloncat dan mundur selangkah menuju pintu kandang. Bayangkan saja, saya di dalam kandang yang penuh dengan buaya walaupun saya masih berdiri di dekat pintu kandang. Sepersekian detik kemudian buaya ini tidak juga berkutik dan kembali menutup mulutnya secara perlahan. Huuuft...







Di akhir cerita, Mesjid Pintu 1000 maupun Taman Buaya Tanjung Pasir memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Namun ada baiknya dilakukan perbaikan sarana, peningkatan kebersihan, promosi oleh pihak daerah, dan adanya kesadaran dari masyarakat sekitar untuk terus melestarikan dan menjaga.

Semoga tulisan saya bermanfaat bagi yang membacanya,
Love, Irena Nova Wijaya.


Friday, January 29, 2016

Nanjak Santai di Gunung Cikuray


Hello, kali ini saya akan menceritakan tentang pendakian santai ke Gunung Cikuray yang memiliki ketinggian 2.821 mdpl. Kenapa disebut santai? Ya, silakan disimak!

Agar pendakian lancar kami mempersiapkan pendakian dengan matang, sekitar satu bulan sebelum mendaki kami rutin jogging setiap minggu. Rutinitas jogging diharapkan membuat stamina dan mental dalam keadaan baik untuk mendaki. Karena dari review yang saya dapat, Gunung Cikuray memiliki jalur yang sulit untuk didaki, penuh dengan hal mistis (mana saat pendakian saya lagi datang bulan hiks!). Selain itu setengah dari anggota kami baru pertama kali mendaki.
Yoo semangat!

Hari Minggu pukul 12.00 kami berkumpul di Grogol. Setelah semua datang (Bhete, Ojan, Ncek, Iki, Otto, dan saya sendiri) pukul 13.00 kami berangkat ke Jatinegara untuk menjemput Icha. Setelah bertemu Icha, pukul 14.00 kami berangkat menuju Garut menggunakan dua buah city car. Pakai mobil pribadi? Yap! Santai kan.. (Biasa kalau ngedaki ngeteng hahaha). Setelah bermacet-macetan dan nyasar sampailah kami di rumah Pak RT sekitar pukul 21.30. Kamipun berbasa-basi, melakukan proses registrasi dan mengecek perlengkapan. Ups! Ternyata persedian makanan berlebihan. Lalu kami memutuskan untuk memasak persedian makanan, makan dan beristirahat.

Keesokan harinya pukul 05.25 kami memulai pendakian dari rumah Pak RT melalui jalur Desa Cinta Nagara, Bayongbong. Perjalanan menuju Pos 1 diwarnai dengan ladang jagung, ladang bayam, ladang ubi, dll. Pondasi tanah juga berbentuk miring yang manandakan kami terus berjalan ke atas. Sebenarnya dari sini kami sudah dapat melihat puncak cikuray.

Puncak Gunung Cikuray.

Baru tiba di Pos 1 (pos pemantau) dengan ketinggian 1557 mdpl kami sudah melepas lelah selama 30 menit hahaha santai aja ga usah terburu-buru hahaha. 

Iki, Icha, Otto, Ncek, dan Ojan.
Lalu lanjut ke Pos 2 (paparete) dengan ketinggian 1851mdpl. Di sini terdapat mata air, ada baiknya mengisi perbekalan air terlebih dahulu karena tidak ada lagi mata air disepanjang jalur pendakian. Beberapa pendaki juga memilih untuk mendaki malam dan membangun tenda di sini lalu melakukan pendakian ketika hari sudah terang. 

Pemandangan dari Pos 2 Gunung Cikuray.
Selow..
Perjalanan menuju Pos 3 melalui Tanjakan Ombing, beeeh… dahsyat! Tanjakan yang terjal diwarnai dengan pasir yang tebal dan berterbangan. Dua langkah mendaki, satu langkah terseret turun. Ada baiknya menggunakan buff atau masker untuk melindungi area wajah. Menurut saya jalur ini menyerupai dengan Tanjakan Setan yang ada di Gunung Gede tapi plus dengan pasir! Supeeeeeer! Akhirnya sampai juga di Pos 3 (Kandang Bagong) dengan ketinggian 2.168 mdpl. Jangan sedih.. waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 tapi kami baru sampai Pos 3 yang penting makan siang dulu. yeaah makan! Menu makan gunung pertama kami adalah nasi, tempe dan rendang. Yes rendang! Makan rendang di gunung tuh mewah banget.. Setelah perut kenyang dan hati senang kami melanjutkan perjalanan. Dari Pos 3 tibalah kami memasuki area yang baru, dari yang berpasir dan terbuka kini mulai tertutup oleh pepohonon, masuk hutan sore-sore nih, uhuy! Oh ya, hutan di Gunung Cikuray juga memiliki cuaca ya kering sehingga tidak ada pacet, yes!




Sampai Pos 5 sekitar pukul 16.30. Kami melepas lelah sejenak, ngobrol-ngobrol cantik, ngemil-ngemil lucu, dan Bhete juga sempat “menabung” (kebanyakan sih..). 




Baru beberapa menit kami melanjutkan pendakian, secara perlahan langit memunculkan gelapnya kamipun menyalakan head lamp. Kaki terus menanjak ke atas, ada yang terjal ada yang hanya seperti menaiki tangga, di kiri kanan ditemani dengan akar-akar pohon dan rimbun daun yang saling terjalin, cahaya head lamp kami menjadi satu-satunya penerang saat itu. Stamina terus menurun mengkontaminasi mental yang semakin sulit untuk berjuang. Salah satu anggota kamipun sempat berujar, “Sudah, kita nge camp di Pos 6 aja.” Saya sempat merasa kecewa, karena rencana awal kami adalah mendirikan tenda di puncak. Namun semua kembali lagi pada keputusan kelompok. Otto terus memimpin kami dengan berjalan paling depan. Tiba-tiba Ia berteriak dari kejauhan, “Kyu! Kyu! Sudah sampai puncak woy!” What? Mana Pos 6 nya? Tidak satupun dari kami yang menyadari di mana keberadaannya. Semangat sayapun terpacu dan bergegas melangkah menuju puncak. Alhamdulillah kami tiba di puncak Gunung Cikuray sekitar pukul 20.00. Well, kalau dihitung-hitung kami mendaki selama 14 jam.. luarrr biasaa! Kelewat santai itu mah, jangan dicontoh ya teman-teman..

Sampai di puncak kami dibantu oleh tiga orang pendaki lain yang sudah lebih dulu sampai. Mereka membantu membawakan carrier dan mendirikan tenda. Terima kasih banyak ya mas-mas yang tidak sempat saya tanyakannya namanya :’) (Saya hanya tahu meraka berasal dari Tangerang). Kamipun berganti baju, memasak, makan, dan melepas lelah di dua buah gubuk yang telah kami bangun. Selamat malam Cikuray, terima kasih engkau telah mengajarkan kami untuk mengenal diri kami.

“Tetttt! Tettt!” Suara nyaring alarm membangunkan kami. Saat itu pukul 04.30 kamipun bersiap untuk menikmati sunrise dan keindahan Gunung Cikuray yang tidak sempat kami lihat semalam. Baru selangkah keluar dari tenda, udara dingin menusuk hingga tulang. Kami berjalan menuju tanah tertinggi di puncak Gunung Cikuray untuk menanti sunrise. Berada di tanah tertinggi puncak dengan perjuangan yang tidak dapat dikatakan mudah, bersama teman-teman tercinta, serta menikmati keindahan yang tercipatakan olehNya. Saya merasa bersyukur dan tidak ada yang dapat saya katakan selain “terima kasih.”
Menjelang sunrise.




Aha! King of Cikuray.

Sekitar pukul 09.30 kami turun dari puncak menggunakan jalur yang sama dan tiba di rumah Pak RT sekitar pukul 15.00 (kami juga sempat beristirahat 1 jam). Alhamdulillah naik dan turun gunung dalam keadaan sehat dan utuh tanpa kekurangan satu hal pun. Kesan saya akan pendakian kali ini adalah menyenangkan, semakin bersyukur kepada Tuhan YME, semakin sayang dengan teman-teman, dan nagih naik gunung lagi tentunya! Lalu pesan saya adalah buat waktu menjadi lebih efektif, tingkatkan teamwork, dan kuatkan mental (fisik sudah pasti akan mengikuti). Sedikit-sedikit istirahat yang kami lakukan juga sebenarnya tidak baik bagi kesehatan, karena teralu lama beristirahat tubuh menjadi lebih lemas. Namun secara keseluruhan semua baik dan saya menyukainya.  Akhir kata, sampai jumpa di perjalanan berikutnya!

Berikut oleh-oleh selama perjalanan turun: 
Tanjakan Roheng berada diantara Pos 4 dan Pos 3.
Turun gunung dijalur ini seperti permainan motor cross musim panas, berdebu!
Hayati lelah, bang..


Semoga tulisan saya bermanfaat bagi yang membacanya.
Love, Irena Nova Wijaya.