Tuesday, April 16, 2019

Berkunjung ke Museum Sasmitaloka Jenderal Besar A. H. Nasution



Halo!
Pada tulisan kali ini saya ingin berbagi pengalaman mengunjungi museum pahlawan di daerah Menteng. Yuk disimak!

     Beberapa tahun yang lalu saya pernah membaca ulasan tentang museum ini. Cerita yang menarik dan tragis membuat saya ingin mengenang jasa pahlawan. Namun karena satu dan lain hal saya baru sempat datang sekarang. Menurut info yang saya baca museum ini tidak dikenakan biaya masuk alias gratis. Di ulasan tersebut juga dijelaskan panjaga museum dengan aktif memandu pengunjung serta menjelaskan cerita-cerita di balik koleksi museum. Dan terakhir berikan tips untuk penjaga museum yang dengan semangat memandu pengunjung.
     Saya tiba hari minggu sekitar pukul 13.30 WIB. Museum ini dulunya adalah rumah tinggal dari Jenderal A. H. Nasution. Hingga akhirnya beliau wafat pada tahun 2000 dan pada tahun 2008 rumah ini menjadi museum. Jadi jangan heran kalau bentuk museum ini adalah rumah.

Image: http://letsgo2museum.blogspot.com

    
Ketika saya sampai, suasana terlihat sepi tidak ada pengunjung, petugas parkir, dan penjaga museum. Ketika saya cek pos, terlihat satu orang penjaga museum sedang beribadah. Ya sudah saya putuskan untuk melihat-lihat bagian depan dari museum.
      Ruangan depan terdapat patung Jenderal dan di bawahnya ada penjelasan singkat, yaitu “Korban kebiadaban G 30 S/PKI yang mengakibatkan tewasnya putri tercinta Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya Lettu Czi Piere Tendean. Negarawan sejati yang berkomitmen menentang faham komunis tumbuh subur di bumi Indonesia. Cendikiawan militer, peletak dasar perang rakyat semesta dan prajurit sejati yang selalu  menjaga kemurnian Pancasia dan keutuhan NKRI”. Selain itu juga terdapat plakat, lukisan, penghargaan, sofa dan meja tamu. Semua benda-benda ini adalah asli peninggalan sejarah.



     Lalu saya kembali mengecek penjaga museum karena saya ragu untuk masuk tanpa izin. Setelah bertemu penjaga, dikatakan pintu memang sengaja ditutup agar ruangan yang memakai AC tetap sejuk. Selebihnya pengunjung bebas masuk. Ya sudah tanpa ragu-ragu saya menyusuri ruangan-ruangan di museum ini. Ternyata dikunjungan saya tidak ada yang memandu. Sayapun berjalan mengikuti alur rumah.
     Rumah ini menjadi saksi sejarah pada tahun 1965 ketika pasukan Tjakrabirawa G 30 S/PKI berusaha menculik Jenderal Nasution namun gagal. Dalam peristiwa tersebut putri beliau, Ade Irma dan ajudannya, Kapten Pierre Tendean meninggal. Di dalam museum terdapat diorama penyerangan pasukan Tjakrabirawa di dalam rumah. Dari pasukan yang sedang mengendap di depan ruang tidur jenderal, jenderal memanjat tembok untuk melarikan diri, hingga diorama Ade Irma berlumuran darah yang sedang digendong Ibu Nas. Pada ruang tidur juga masih jelas bekas tembakan-tembakan pada malam itu. Terdapat bekas tembakan pada pintu, meja, dan dinding ruangan yang diberi tanda melingkar.
Image: https://travel.kompas.com 
Image: Instagram @davidnugrahaw

    
Selain itu museum ini juga menyimpan beberapa koleksi Jenderal, dari buku, pakaian, senjata, hingga perabotan rumah. Pada bagian belakang rumah terdapat mobil Jenderal yaitu mobil Volvo dengan plat 02-00. Selain itu, terdapat juga beberapa koleksi Ade Irma, seperti pakaian dan boneka kesayangannya. Pada bangunan terpisah dari rumah utama. Terdapat diorama ketika Kapten Pierre Tendean tertangkap pasukan Tjakrabirawa. Beliau akhirnya diculik, dibunuh, dan dibuang ke lubang buaya.

Image: https://www.kompasiana.com/Choirul Huda

    Datang ke musem membuat saya merasakan “aroma” perjuangan yang terasa lebih kental. Perasaan ngeri dan terharu juga menjadi satu ketika memasuki tiap ruangan sembari membayangkan kejadian malam itu. Museum ini membuka mata akan perjuangan bangsa, memaknai akan pentingnya kehidupan bertanah air, serta memberikan dorongan untuk menjaga persatuan bangsa Indonesia.


Semoga tulisan saya bermanfaat bagi yang membacanya.
Love, Irena.