Tuesday, July 18, 2017

Japan Trip: Dream Do Come True #1

Halo semuanya!
Kali ini saya mendapatkan kesempatan untuk pergi ke Jepang! Pergi ke Jepang adalah salah satu harapan saya. Mungkin semenjak saya suka baca manga di usia lima tahun hehehe. Untuk persiapan menuju ke negeri sakura sebenarnya agak mendadak dan penuh pertimbangan. Namun setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya memutuskan untuk berangkat! Saya naik pesawat dengan penerbangan malam dan sampai di Jepang keesokan paginya ðŸ˜Š


DAY 1
     Destinasi pertama saya adalah Kuil Fushimi Inari Taisha yang berada di Kyoto. Kuil ini didominasi dengan warna oranye yang menyala. Warna oranye pada kuil artinya untuk mengusir hal-hal yang tidak baik. Bagi orang yang melewati gerbang berarti sudah memasuki daerah yang suci untuk berdoa. Gerbang juga memiliki arti memisahkan dunia fana dan dunia akhirat. Bagi orang Jepang yang mau sembahyang, biasanya mereka membungkuk di depan gerbang, lalu masuk sampai bangunan utama yaitu kuil.
     Ketika sampai di depan kuil, untuk masuk tidak lewat pintu tengah karena dianggap menghalangi jalan masuknya dewa. Karena dewa masuk dari tengah, manusia dari samping kiri atau kanan. Sebelum sembahyang mengambil air dulu yang disediakan di sekitar kuil. Lalu melangkah masuk ke dalam kuil untuk sembahyang. Cara Shinto sembahyang adalah dengan bungkuk dua kali sekitar 15 derajat, menepuk tangan dua kali, membaca doa, membungkuk lagi satu kali, baru meninggalkan tempat. Sebelum membungkukkan badan mereka harus membunyikan bel, fungsinya agar para dewa mendengar dan tahu kehadiran mereka.

     Pada hari-hari tertentu juga dapat memberikan ‘sesajen’ kepada para dewa berupa sake. Menurut penjelasan tour guide, dewa juga suka minum sake. Di kuil-kuil yang besar biasanya tersedia drum-drum besar sake. Pada musim panas/gugur/festival panen/hari tertentu masyarakat akan mengangkat kereta-kereta, jadi orang lain dapat naik ke atas lalu bermain drum dan suling. Bermusik yang dilakukan berfungsi untuk menghibur para dewa. Menurut tour guide, kepercayaan Shinto bukan agama karena orang Jepang banyak yang beragama Budha namun juga Shinto. Kalau diibaratkan di Indonesia, Shinto ibarat kejawen. Bisa agama apa saja namun juga melakukan tradisi 'kejawen' pada hari-hari tertentu. Sering sekali, terdapat kuil Budha dan di kompleks yang sama terdapat juga kuil Shinto. Contohnya, tangal 1 januari biasanya masyarakat sembahyang di kuil Budha dan juga Shinto.
     Di Jepang agama tidak tertera di kartu identitas. Orang jepang kalau ditanya agamanya apa akan bingung menjawabnya karena mereka menganggap agama adalah sesuatu yang pribadi.

     Destinasi kedua saya adalah Kuil Kinkaku-ji atau biasa disebut kuil emas di Kyoto. Di kuil emas terdapat tempat untuk tea ceremony yang dibangun pada zaman edo ketika shogun ozugawa berkuasa. Tempatnya sangat kecil, tidak dapat masuk ke dalam, namun dapat dilihat luarnya. Dahulu dibangun oleh para shogun untuk mengundang tamu atau keluarganya sendiri. Sengaja dibuat sedemikian kecil agar tamu tidak dapat membawa senjata. Dengan kata lain, di ruang minum teh tersebut hanya ada rasa damai, tenang, dan melepaskan atribut sosial/kekuasaan. Di luar boleh memiliki pangkat tinggi, namun kalau sudah masuk di ruang tea ceremony semua tamu dianggap sama. Master (pembuat teh)  akan menyajikan teh tanpa pandang bulu. Semua yang hadir berhak menerima dan menikmati teh yang baru dibuat. Nah, bedanya tea ceremony dengan minum teh biasa adalah ketika tea ceremony  yang disajikan adalah matcha (teh hijau kental) yang dibuat dan disedu di tempat. Matcha sendiri memiliki rasa pahit maka dari itu biasanya disajikan dengan kue kecil yang memiliki rasa manis. Di samping itu, teh diisajikan dengan tata cara yang khusyuk seperti sembahyang. Menikmati teh dengan cara yang spiritual. Kalau zaman dahulu, disajikan makanan terlebih dahulu baru minum teh, maka upacara minum teh dapat dilakukan berjam-jam. Kalau sekarang, hanya disajikan dengan kue-kue kecil.
     Dalam tea ceremony, biasanya ada yang memimpin, dan yang memimpin adalah orang yang sudah belajar dan mempunyai license (dianggap master). Semua tamu akan duduk berlutut mengelilingi master. Yang duluan disajikan atau diberikan kesempatan pertama untuk menyisip teh adalah orang yang paling tua/senior/dihormati. Pada cawan biasanya terdapat simbol (contoh: simbol bunga). Ketika menyajikan teh, simbol harus menghadap ke arah para tamu sebagai rasa hormat. Setelah seseorang menyisip teh, bagian cawan yang dipakai untuk menyisip dibersihkan dengan tisu, lalu baru diberikan kepada orang di sampingnya.

     Destinasi terakhir saya hari ini adalah Arashiyama Bamboo Groove di Kyoto. Untuk mencapai hutan bamboo ini, bis yang saya tumpangi harus parkir agak jauh. Lalu sembari saya berjalan kaki, di sisi kiri terdapat jembatan togetshubashi yang menjadi simbol Arashiyama. Sepanjang perjalanan ke hutan bamboo banyak terdapat kios makanan dan kipas. Yang ingin membeli kipas bagus untuk diri sendiri atau oleh-oleh di sinilah tempatnya! Sampai di hutan bamboo saya tidak berjalan terlalu jauh, hanya bagian luarnya saja karena pemandangan yang disajikan tidak jauh berbeda.


Fun fact tentang Jepang yang saya dapat di perjalanan hari ini:
- Zaman dahulu (sebelum perang) gula adalah barang langka di jepang demikian juga pisang. Pisang dianggap buah mewah karena tidak dapat ditemukan di Jepang. Biasanya disajikan untuk orang sakit. Tidak hanya buah pisang, nanas juga dianggap buah mewah. Namun sekarang buah-buahan tersebut dengan mudah ditemukan di minimarket karena sudah ada proses import dan beberapa daerah Jepang sudah mulai menanam buah-buahan tersebut. Jadi harganya lebih terjangkau.
- Merek mobil jepang seperti Honda dan Suzuki berasal dari nama orang.
- Turis asing dapat dengan mudah untuk datang ke jepang. Itu semua agar turis asing memakai hotel, jasa pelayanan, dan membeli produk-produk di Jepang. Hal tersebut berarti bagi Jepang. Pusat perbelanjaan di Jepang kalau hanya mengandalkan tamu lokal bisa-bisa tidak mencapai target pemasukan atau defisit. Pusat perbeLanjaan dapat mencapai keuntungan dengan hasil belanja wisatawan.
- Untuk pernikahan, orang Jepang jarang memakai cincin emas kecuali platina. Mereka lebih menyukai silver atau platina.
- Mutiara yang berasal dari alam digemari di Jepang. Mutiara dipakai tidak hanya ketika ada pernikahan tapi juga ketika ada kematian. Biasanya wanita menggunakan rok hitam dan mutiara berwana netral atau kelabu. Sedangkan pria memakai jas hitam, kemeja putih, dan dasi hitam.
- Mutiara juga ada yang berwana pink muda, biasanya digemari oleh wanita-wanita yang lebih muda. Untuk wanita yang lebih tua, terkadang memakai mutiara yang berwarna kelabu. Bisa dilihat sifatnya, rumah-rumah di Jepang berwarna netral atau kelabu.
- Di zaman edo abad 17. Pemerintah melarang masyarakat untuk memiliki bak kayu sendiri karena sering terjadi kebakaran di bangunan rumah kayu mereka. Jadi masyarakat harus datang ke tempat pemandian umum. Di samping itu, dahulu tidak ada listrik jadi menggunakan kayu bakar.





Bersambung..

Semoga tulisan saya bermanfaat bagi yang membacanya.
Love,
Irena

No comments:

Post a Comment